Sabtu, 11 Februari 2012

Konstruksi Atap Baja Ringan


Seiring dengan semakin gencarnya isu lingkungan dan pemanasan global dimana salah satunya disebabkan oleh semakin luasnya kerusakan hutan akibat penebangan resmi maupun yang dilakukan secara liar. Dan salah satu bidang yang disebut-sebut sebagai pemicu adalah penggunaan kayu sebagai material bangunan sipil. Oleh karena itu, beberapa tahun terakhir sangat digalakkan untuk penggunaan material non kayu, antara lain penggunaan baja ringan sebagai konstruksi atap.

Sesuai dengan namanya, material ini memang sangat ringan. Bobotnya per meter persegi hanya sekitar 12 kg dibandingkan dengan rangka kayu yang bobotnya sekitar 40 kg/m2. Baja ringan merupakan baja mutu tinggi yang memiliki sifat ringan dan tipis, namun memiliki fungsi setara baja konvensional. Baja ringan ini termasuk jenis baja yang dibentuk setelah dingin (cold form steel). Meskipun tipis, baja ringan memiliki kekuatan tarik yang tinggi yaitu sekitar 550 MPa, sementara baja biasa sekitar 300 MPa. Ketebalan baja ringan untuk atap ringan yang beredar sekarang ini berkisar dari 0,4 mm – 1mm.

Walaupun ringan tapi Anda tidak perlu khawatir karena material berbahan baku zincalume atau galvalume ini daya tahannya lebih unggul dibandingkan material kayu. Selain itu kecepatan dalam perakitan (20-30 m2/hari) dengan tenaga kerja yang lebih sedikit akan memberikan nilai ekonomis sehingga dapat menekan biaya pembangunan. Biaya per meter persegi jika ingin merenovasi atap dengan material baja ringan tergantung kualitas dan merk dagang material ini di pasaran, kisaran harganya antara 110 ribu – 180 ribu per m2. Jika dibandingkan dengan harga kayu yang tahan rayap (kelas I), tentunya harga baja ringan ini relatif murah.

Jika ita mendapatkan job untuk mendesain atap baja ringan dengan SAP atau STADPRO, ada beberapa parameter yang harus kita perhatikan.

Beberapa parameter tersebut adalah :

1. Tegangan maksimum 550 MPa
2. Kuat leleh 550 MPa
3. Modulus geser 80.000 MPa
4. Modulus Elastisitas 200.000 MPa
5. Berat Jenis 7400 kg/m3

Source : Handbook Energy and Calculation with Directory of Products and Services, Pister D OSBORN. Butterworth & Co. (published), 1985, UK
Peraturan Muatan Indonesia 1970, Depth. PUTL, DC DPMB 1980, Bandung

Perhitungan kuda- kuda rangka baja ringan sangat berbeda dengan kayu, yakni cenderung lebih rapat. Semakin besar beban yang harus dipikul, jarak antar kuda- kuda semakin pendek. Misalnya untuk genteng dengan bobot 40 kg/m2 jarak kuda- kuda atap baja bisa dibuat setiap 1,4 m. Sementara bila bobot genteng mencapai 75kg/m2, maka jarak kuda- kuda atap baja ringan menjadi 1,2 m.


Konstruksi atap baja ringan ini tidak membutuhkan konstruksi tambahan karena bobotnya lebih ringan dari material kayu, sehingga struktur rumah Anda sudah cukup kuat untuk menahan beban atap tersebut. Hanya ada sedikit catatan untuk material penutup atap atau genteng yang akan digunakan, karena semakin berat jenis genteng yang digunakan, maka jarak antar rangka kuda- kudanya semakin rapat sehingga beban atap pun akan semakin berat. Berikut ini adalah beberapa kekurangan dan kelebihan dari atap baja ringan :

Kekurangan :

1. Kerangka atap baja ringan tidak bisa diekspos seperti rangka kayu, sistem rangkanya yang berbentuk jaring kurang menarik bila tanpa penutup plafon.
2. Karena strukturnya yang seperti jaring ini maka bila ada salah satu bagian struktur yang salah hitung ia akan menyeret bagian lainnya maksudnya jika salah satu bagian kurang memenuhi syarat keamanan, maka kegagalan bisa terjadi secara keseluruhan (biasanya perhitungan strukturnya langsung dilakukan oleh structural engineer dari aplikatornya).
3. Rangka atap baja ringan tidak sefleksibel kayu yang dapat dipotong dan dibentuk berbagai profil. (makanya jarang digunakan pada bangunan tradisional…)


Kelebihan:

1. Karena bobot rangka atap yang ringan menurut konstruksi sipil maka dibandingkan kayu, beban yang harus ditanggung oleh struktur di bawahnya lebih rendah (jadi lebih irit strukturnya).
2. Baja ringan bersifat tidak membesarkan api (non-combustible).
3. Tidak bisa dimakan rayap (memangnya rayap makan baja atap ringan…?.)
4. Pemasangan rangka baja relatif lebih cepat apabila dibandingkan rangka kayu.
5. Baja ringan nyaris tidak memiliki nilai muai dan susut, jadi tidak berubah karena panas dan dingin (itu kata aplikatornya lho).


Jika anda menggunakan genteng metal untuk penutup atap rumah, tentunya material ini sudah sesuai untuk diaplikasikan pada konstruksi baja ringan karena bobot genteng ini juga sangat ringan sekitar 5 kg/m2. Jika ingin mengaplikasikannya pada rangka kayu juga tidak masalah, Anda hanya harus menyesuaikan jarak reng yang disyaratkan oleh produsen genteng metal tersebut, karena bentuk dan ukuran genteng metal ini juga bervariasi. Genteng metal ini juga bebas perawatan karena tahan terhadap karat, jamur, pecah serta perubahan warna karena faktor cuaca.

Pengerjaan konstruksi atap baja ringan ini membutuhkan keahlian khusus, sehingga praktisnya anda dapat menghubungi beberapa aplikator baja ringan untuk dapat membandingkan harga serta kualitasnya. Anda cukup menyerahkan desain arsitektur dari bangunan anda atau mengundang aplikator tersebut untuk mensurvei bangunan anda dan mereka akan membuat rancangan atap dengan menggunakan software khusus yang hasilnya lebih akurat.

Untuk mendownload analisa struktur dengan baja ringan, bisa download contoh perhitungan dengan Excel berikut :

* Rangka Atap Baja Tipe 1
* Rangka Atap Baja Tipe 2
* Rangka Atap Baja Tipe 3

Semoga Bermanfaat ya.....

(sumber: engineerwork.blogspot.com)
Selengkapnya...

PNPM dan Pembangunan Demokratis

Oleh Meuthia Ganie-Rochman

Dari sedikit program pemerintah yang berjalan konsisten dan tumbuh, ada Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat. Program ini untuk menanggulangi kemiskinan.

PNPM tumbuh dari kegiatan berbasis partisipasi masyarakat yang sudah ada sejak awal reformasi dan kini berkembang ke berbagai bentuk program: pedesaan-perkotaan, sektoral (perikanan, pertanian, kredit usaha kecil), hingga pembangunan sosial ekonomi wilayah.
Berbeda dari program mengatasi kemiskinan lainnya, program ini sangat diwarnai demokrasi, seperti partisipasi dan kontrol tentang keputusan kegiatan pembangunan tanpa campur tangan pemerintah. Pemerintah tidak hanya membiayai proyek yang dipilih, tetapi juga fasilitator seluruh administrasi pengelolaan dari tingkat lokal ke nasional. Program ini sangat terstruktur, terutama untuk mencegah kebocoran.

Program kebanggaan

PNPM mirip dengan model partisipatoris di Porto Alegre, Brasil, yang kemudian menjadi model pembangunan demokratis di banyak negara. PNPM kini lebih masif dan menjadi salah satu program kebanggaan (flagship) pemerintahan sekarang.

Dana yang dialokasikan pada tingkat APBN berkisar 0,8 persen dan ada dana dampingan dari APBD. Setiap kecamatan mendapat Rp 750 juta-Rp 3 miliar, bergantung pada jumlah penduduk. Tahun 2011 direncanakan akan mencakup lebih dari 6.000 kecamatan.

Dana diturunkan ke kecamatan untuk dikompetisikan di tingkat di bawahnya. Fasilitator kecamatan membantu masyarakat kampung atau RT untuk secara kolektif menentukan apa yang dibutuhkan masyarakat. Jika sudah disetujui, masyarakat pula yang memilih siapa yang akan mengerjakan proyek. Dengan mekanisme semacam ini, PNPM diharapkan dapat memberdayakan ekonomi masyarakat lokal sekaligus mendorong partisipasi dan inovasi.

Namun, sampai saat ini dampak PNPM masih amat terbatas, terutama secara ekonomi. Studi-studi oleh PNPM maupun lembaga lain menunjukkan, dampak ekonomi tidak banyak dan terutama terbatas pada golongan sangat miskin yang tertolong karena ada proyek infrastruktur PNPM.

Sebagian dana yang diputuskan untuk proyek infrastruktur sering kali tidak cukup matang diputuskan oleh masyarakat setempat. Persoalan yang lebih makro adalah program infrastruktur yang dipilih merupakan proyek parsial yang kurang terkait potensi lokal maupun program-program pembangunan di tingkat yang lebih tinggi.

Kelemahan yang lebih menonjol adalah asumsi tentang rekayasa sosial melalui program pembangunan. Lepas dari tidak tersedianya fasilitator yang andal, program itu sendiri tampak tidak siap memperhitungkan karakter masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan ”demokratis”. Sebagian besar masyarakat di tingkat lokal sebelum program PNPM masuk belum mempunyai lembaga pengambilan keputusan kegiatan pembangunan yang berjalan baik.

Struktur yang disediakan negara, yaitu Musyawarah Perencanaan Pembangunan, tak efektif karena tak ada konsistensi pengusulan di tingkat desa ke penentuan anggaran daerah di tingkat-tingkat selanjutnya. PNPM belum berhasil menyatukan desain pengambilan keputusan kolektif dengan memanfaatkan lembaga yang ada.

Namun, wadah dalam PNPM untuk mendorong partisipasi lokal, yaitu Badan Keswadayaan Masyarakat/Lembaga Keswadayaan Masyarakat, bagaimanapun, telah menghasilkan bibit-bibit perubahan di tingkat lokal. Studi-studi menunjukkan bahwa kelompok masyarakat lokal, dengan derajat yang berbeda, belajar sesuatu dari proses pengambilan keputusan kolektif. Wadah ini telah memperkenalkan sesuatu yang berharga, yaitu membiasakan pengambilan keputusan berdasar kesadaran akan beragamnya kepentingan dan pertimbangan rasional dalam kegiatan pembangunan.

Beberapa kasus yang dianggap berhasil dikondisikan adalah hadirnya pemimpin lokal dan semacam aktivisme sosial. Namun, fasilitator menghadapi tantangan yang sukar: dominasi elite lokal, pengambilan keputusan sembarangan, perbedaan akses yang dimiliki kelompok masyarakat yang berbeda (khususnya kelompok miskin dan perempuan) yang tidak mempunyai kapasitas bersuara di publik.

Fasilitator andal

Pelajaran dari Porto Alegre menunjukkan, butuh waktu bertahun-tahun dan mekanisme fasilitasi yang jauh lebih konsisten serta fasilitator yang berkemampuan sosial politik dan intelektual, seperti aktivis partai politik, pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, dan keagamaan.

Masalah lain adalah program ini tidak didesain untuk membangun kapasitas organisasi ekonomi masyarakat setempat. Program kredit di pedesaan tidak berhasil karena kelompok pengelola bersifat dadakan dan tidak melembaga. Akibatnya, dana pinjaman banyak dipakai untuk menutup kebutuhan dan kegiatan ekonomi sesaat daripada memperkuat kapasitas ekonomi yang sudah ada. Fasilitator umumnya tidak mempunyai kemampuan membangun kelompok dan organisasi ekonomi. Wilayah kerja ini harus ditangani orang yang benar-benar mengerti inovasi sosial kegiatan ekonomi.

Maka, untuk memperbaiki PNPM perlu beberapa perubahan. Program tidak boleh berdasarkan pertimbangan pencapaian seluas-luasnya, melainkan terfokus pada program yang dapat mencapai penguatan ekonomi. Dalam hal ini tidak selalu tujuan penguatan partisipasi seimbang dengan penguatan ekonomi.

Tak banyak daerah memiliki kelompok masyarakat sipil yang siap mendukung. Dalam kondisi semacam itu penguatan aspek teknokrasi di tingkat kecamatan dan kabupaten harus lebih kuat.

Seharusnya tidak tertutup kemungkinan untuk menentukan proyek untuk tingkat kecamatan atau kabupaten sejauh hal itu dipertimbangkan membawa dampak lebih luas.

Sebagian dana harus dialihkan untuk meningkatkan kapasitas organisasi dan kelembagaan ekonomi rakyat. Adalah lebih baik memanfaatkan organisasi dan lembaga yang sudah ada karena kemungkinan berhasilnya lebih besar. Indonesia, negara sebesar ini, sangat miskin dalam pengetahuan dan praktik penguatan organisasi dan kelembagaan.

Perbaikan lain yang juga krusial adalah pengintegrasian dengan program pembangunan daerah. Selain masalah orientasi dan kapasitas eksekutif, desain PNPM dari pusat memang tidak banyak memberi tempat pada aspek ini.

Di negara lain, upaya pembangunan lokal sudah melewati tahap keterpikatannya dengan jargon-jargon demokrasi yang tidak matang. Saat ini, di banyak negara, yang diperkuat adalah kerangka tentang kemitraan pelbagai pihak dalam pembangunan daerah agar mendapat model komitmen yang lebih baik.

Meuthia Ganie-Rochman Mendalami Sosiologi Politik dan Organisasi; Mengajar di UI



Sumber: http://kompas.com/
Selengkapnya...

Rabu, 01 Februari 2012

Curhat seorang FT

Salah satu tantangan sebagai fasilitator teknik adalah dituntut harus menguasai segala macam perencanaan infrastruktur, mampu mendesain dan mengitung apapun yang masyarakat minta melalui usulannya. Kenyataannya, terkadang keterbatasan literatur, referensi ataupun contoh perencanaan yang serupa amatlah terbatas, terlebih itu untuk jenis kegiatan yang spesifik seperti jembatan rangka baja.

Kesulitan ini bertambah tatkali waktu yang diberikan sangat singkat sehingga kesempatan untuk mencari referensi, atau untuk buka-buka sisa-sisa catatan kuliah dulu ( itu kalau masih ada) sangat tidak memungkinkan. Tanya rekan sejawat juga sering tidak cukup membantu karena kesulitan yang sama. Siang malam googling cari refensi, tanya sana sini.

Tetapi, atas rasa tanggung jawab yang besar dari temen-temen FT ini untuk membantu masyarakat segala daya upaya dikerahkan demi dedikasi pada profesi.

Buatm rekan saya yang lagi kesulitan referensi jembatan rangka baja, mohon maaf saya hanya bisa nemu yang ini. Mudah-mudahan dapat membantum silakan klik link berikut!

Gambar standar jembatan rangka baja
Desain jembatan baja
RSNI T-03-2005 Perencanaan Struktur Baja Untuk Jembatan
Selengkapnya...